Inilah film yang sering memuncaki list film
paling menakutkan sepanjang masa. Berdasarkan novel berjudul sama karya William
Peter Blatty, The Exorcist menjadi film horror pertama yang masuk
nominasi Best Picture Oscar 1973 dan memenangkan 2 dari 10
nominasi. Film ini menuai banyak kontroversi ketika dirilis, dari kecaman
organisasi agama hingga penonton yang muntah dan pingsan saat menonton di
bioskop. Video resmi film ini juga sempat dilarang di Inggris selama 26 tahun.
Chris MacNeil (Ellen Burstyn) adalah aktris film dan ibu tunggal
untuk putrinya Regan (Linda Blair) yang baru berusia 12 tahun. Suatu malam Regan
mengeluh tempat tidurnya bergetar. Hari berikutnya, Regan menunjukkan perubahan
psikologis yang mengganggu seperti mengumpat dengan makian kotor dan kejang di
ranjangnya. Chris pun membawa Regan ke dokter, dari ahli saraf hingga psikiater
gagal mendiagnosa kondisinya. Keadaan Regan semakin memburuk, ia mulai
menyerang dirinya sendiri maupun orang lain secara fisik. Melakukan hal yang
tak pernah terbayangkan dengan sebuah salib kecil, bahkan dapat membalikkan
kepalanya 360 derajat.
Chris yang seorang atheis mulai yakin putrinya
kerasukan, Ia pun mendatangi Romo Damien Karras (Jason Miller)– pastur
sekaligus psikiater yang juga tengah krisis iman pasca kematian ibunya- untuk
melakukan eksorsisme, sebuah ritual kuno pengusiran setan dibawah Gereja Katholik.
Walau awalnya ragu, setelah beberapa pertemuan dengan Regan, Romo Karras pun
meminta izin Gereja untuk melakukan eksorsisme. Yang kemudian mengutus Romo
Lankester Merrin (Max Von Sydow), pastur senior yang telah berpengalaman dalam
eksorsisme untuk membantunya.
Menonton The Exorcist di abad 21, kebanyakan orang tidak
akan sangat ketakutan. Namun film ini tetap yang terbaik dalam menciptakan
ketegangan lengkap lewat cerita, visual, teknis hingga akting pemainnya.
Sementara efek khusus hampir tidak standar yang dipakai hari ini, tapi tetap
tampak realistis dan mencekam. Begitu pula make-upyang luar
biasa, selain transformasi wajah Regan yang kerasukan, lihat juga make-upMax
Von Sydow yang waktu itu berusia 42 tahun tampak benar-benar berusia 70-an
tahun. Film ini juga memiliki music score “Tubular Bells” karya
Mike Oldfield yang amat efektif membangun nuansa horror, tapi uniknya score tersebut
sangat jarang muncul dan hanya muncul sesekali saja. Intinya, The Exorcist
tidak perlu banyak musik menyebalkan untuk membentuk ketegangan seperti film
horror modern sekarang ini.
Dari barisan akting, Ellen Burstyn sukses menunjukkan transformasi
karakternya dari selebriti ceria menjadi ibu rentan– putus asa dengan keadaan
putrinya. Lalu ada Max Von Sydow dan Jason Miller, keduanya merupakan aktor
besar ketika datang ke ekspresi wajah dan akting fisik. Kinerja Miller
khususnya penuh dengan nuansa. Namun Linda Blair- lah pusat kekuatan film ini,
ia cemerlang ekspresif dan menyenangkan sebagai Regan sebelum kerasukan, kemudian
langsung mengganggu saat karakternya kerasukan. Karena wajahnya secara bertahap
berubah begitu juga aktingnya. Blair jelas sangat berdedikasi untuk
pekerjaannya walau baru berusia 14 tahun.
Apresiasi lain harus ditujukan kepada Mercedes McCambridge,
aktris veteran pengisi suara Regan saat kerasukan. Ia rela merokok terus
menerus, mengunyah campuran apel dan telur mentah hingga muntah-muntah
untuk menciptakan efek suara iblis, sampai terdengar nyata menghantui penonton.
Bila mendengar suara iblis, maka sulit mengatakan apakah itu pria atau wanita,
karena sangat tidak manusiawi dan tampak tidak alami. McCambridge jelas telah
melakukan pekerjaan brilian dengan suaranya.
The Exorcist mungkin tidak lagi menakutkan seperti dulu, tapi
masih tetap menghibur sebagai sebuah film horror kuat yang memberikan ketakutan
tak terlupakan. Film ini mampu membuat penonton merasa apa yang karakter
rasakan, takut apa yang mereka takuti dan dibuat dengan baik pada berbagai
tingkatan yang mempertemukan kisah mistis dengan agama, gagasan ilmiah,
filosofis dan spiritual. Penggemar horor masih memilih ini sebagai film horor
terbaik yang pernah dibuat, dan sangat mudah untuk melihat mengapa. Empat
dekade setelah rilis, The Exorcist masih berdiri di antara pengekor yang tak
terhitung jumlahnya.
2. Malam Satu Suro (1988)
Malam Satu Suro adalah film horor Indonesia tahun 1988 yang
disutradarai oleh Sisworo Gautama Putra dan dibintangi oleh Suzanna dan Fendy
Pradana. Film ini dikenal dengan alur ceritanya yang unik karena tidak
mengetengahkan sang hantu sundel bolong sebagai tokoh antagonis seperti umumnya
di perfilman nusantara kala itu, namun sebagai tokoh utama / protagonis. Film
ini didistribusikan oleh Soraya Intercine Films.
Di awal film, di tengah sebuah hutan, arwah seorang wanita
yang gentayangan berwujud sundel bolong dibangkitkan dari kuburannya oleh Ki
Rengga, seorang dukun Jawa sakti untuk dijadikan anak angkatnya. Dukun Jawa itu
berkata: “Suketi, manuta nduk, kowé arep tak dadikké anak angkatku.” (“Suketi,
menurutlah nak, engkau akan kujadikan anak angkatku”). Dia kemudian menancapkan
paku keramat ke kepala Suketi (Suzanna), arwah penasaran tersebut, merapal
mantera kuna berbahasa Jawa dan sundel bolong itu pun menjadi manusia kembali.
Suatu hari dua orang pemuda dari Jakarta sedang berburu
kelinci di hutan tersebut. Bardo Ardiyanto (Fendi Pradana), sang pemburu
tersebut, bersama temannya Hari, nyaris membunuh buruannya, namun dihalangi
oleh seorang wanita cantik, dia pun penasaran akan wanita tersebut dan akhirnya
bertemu dengan Suketi. Bardo dan Suketi langsung saling jatuh cinta dan Bardo
berniat melamar Suketi. Awalnya lamarannya ditolak oleh Ki Rengga, ayah angkat
Suketi, namun akhirnya disetujui setelah permohonan Bardo yang tulus dan
dorongan Suketi ke orang tua angkatnya. Bardo mengikuti syarat Ki Rengga, bahwa
pernikahan harus diadakan pada “Malam satu Suro” (Tanggal 1 Sura, tahun baru
dalam penanggalan Jawa) di tengah Alas Roban (“Hutan Roban”) tanpa dihadiri
siapa pun kecuali sang dukun Jawa dan pasangan pengantin tersebut dalam sebuah
adegan ritual mistik Jawa kuno yang diiringi tari-tarian peri.
Beberapa tahun kemudian Suketi dan Bardo hidup berkeluarga
dengan bahagia di Jakarta dengan kedua anak mereka, Rio dan Preti. Keluarga
mereka juga menjadi kaya raya karena konon bila menikahi Sundel bolong maka seseorang
akan menjadi kaya raya. Suatu hari Joni, seorang pengusaha licik menawarkan
perjanjian bisnis di kantor Bardo, namun ditolak karena taktiknya yang kotor.
Joni menyimpan dendam dan berniat menjatuhkan Bardo. Joni datang ke Mak Talo,
seorang dukun lain, dan mengetahui bahwa istri bardo dulunya adalah Sundel
Bolong. Mak Talo dan Joni mendatangi rumah Bardo dan mencabut paku yang
menancap di kepala Suketi, sehingga Suketi berubah menjadi Sundel Bolong
kembali. Malamnya Bardo yang kebingungan menemui mertuanya di Alas Roban dan
mengetahui latar belakang Suketi yang sesungguhnya. Suketi dulunya adalah
seorang wanita muda yang mati bunuh diri setelah diperkosa dan hamil, arwahnya
tidak beristirahat dengan tenang dan menjelma menjadi hantu Sundel Bolong yang penuh
dendam. Setelah membalas dendam, dia kemudian dibangkitkan kembali oleh Ki
Rengga untuk menjadi anak angkatnya.
3.The Innocents (1961)
4. Poltergeist (1982)
Bercerita tentang Miss Giddens yang
dipekerjakan untuk mengasuh dua orang anak orang kaya di suatu rumah besar di
pedalaman Inggris.
Awalnya semua berjalan normal sampai
akhirnya Miss Giddens mulai merasakan ada keanehan di rumah tersebut, mulai
dari suara-suara aneh sampai sosok hantu yang muncul tiba-tiba.Sampai akhirnya
ia mengetahui bahwa orang yang ia gantikan ternyata meninggal karena bunuh
diri.
Sebuah film horror klasik dimana ketegangan dibentuk hanya
oleh teknik kamera yang dipadukan dengan iringan musik yang menakutkan, apalagi
ditambah lagu senandung yang kalau diulang-ulang nyerimin juga.
Sebuah cerita yang menarik karena penonton
TIDAK di gurui atau dijejali teori-teori yang harus penonton telan
mentah-mentah, disini cerita mengalir dan berhenti ditempat yang tepat sehingga
segala kemungkinan dan persepsi dikembalikan kepada para penonton.
4. Poltergeist (1982)
Banyak orang tidak sudi jika rumahnya ternyata berhantu.
Tetapi jika hantu itu hanya sekadar menampakkan diri saja, itu masih mending
dibandingkan jika hantu itu ternyata adalah poltergeist. Hantu
jenis poltergeist itu suka mengganggu bahkan tidak jarang menyerang orang atau
hewan dengan kekerasan. Seperti yang diceritakan dalam film horor populer
"Poltergeist" (1982).
Nah, yang akan disaksikan Anda kali ini adalah film
sekuelnya yaitu "Poltergeist III" hasil besutan sutradara Gary
Sherman pada tahun 1988. Jika dua film "Poltergeist" terdahulu
berseting pada daerah perumahan pinggiran kota, kali ini film tersebut berseting
di sebuah wilayah kota Chicago yang penuh gedung pencakar langit seperti
bangunan apartemen dan kantor.
Kisahnya dimulai ketika Carol Anne Freeling (Heather
O'Rourke) yang merupakan tokoh utama dalam dua film "Poltergeist"
sebelumnya, dikirim untuk tinggal bersama bibinya, Trish Gardner (Nancy Allen),
pamannya, Bruce (Tom Skerritt) dan sepupunya yang remaja, Donna (Lara Flynn
Boyle). Carol Anne dikirim orangtuanya pada bibi dan pamannya agar bisa bebas
dari cengkeraman hantu poltergeist Reverend Kane (Nathan Davis).
Sayangnya usaha itu sia-sia karena hantu Kane yang jahat
itu ternyata berhasil menemukan Carol Anne di Chicago. Celakanya terapisnya,
Dr. Seaton (Richard Fire) tidak mempercayai protes Carol Anne bahwa hantu Kane
itu menerornya. Hantu jahat itu suka tampil di cermin itu, berusaha menangkap
gadis kecil tersebut sekali lagi. Walau sangat ketakutan, Carol Anne tahu bahwa
tidak satupun orang termasuk bibi dan pamannya akan percaya soal hantu itu
sehingga ia tetap tutup mulut. Carol Anne tidak tahu harus berbuat apa lagi
untuk menghindari hantu Kane.
The Omen, Film bergenre horor ini
memang film yang tergolong tidak baru lagi. Bahkan, banyak pemain dalam film
ini yang sudah meninggal. Film horor yang banyak menampilkan adegan menegangkan
ini dirilis tahun 1976. Menceritakan seorang istri duta besar (Lee Remick),
yang melahirkan anak, namun sudah meninggal ketika dilahirkan, kemudian sang
suami (Gregory Peck), menukar anaknya yang telah meninggal dengan seorang anak
laki-laki yang ternyata iblis. Asal usul sang anak
bahkan tak diketahui. Banyak kejadian aneh yang selalu menimpa keluarga sang
duta besar, mulai dari datangnya anjing iblis misterius, meninggalnya
seorang pengasuh, meninggalnya pendeta tertimpa penangkal petir, datangnya
pengasuh yang ternyata utusan iblis untuk membantu anak iblis tersebut, dan
masih banyak lagi, bahkan anak tersebut (Harvey Stephens), akan membunuh
keluarganya dan mengambil seluruh kekayaannya. Ketika sang ayah mengetahuinya,
ia berencana untuk membunuh anak tersebut dan membawanya ke gereja untuk
mempersembahkan darah anak iblis tersebut.
Cole seperti halnya anak-anak kecil lainnya, tentu saja
ketakutan mengalami fenomena tersebut. Namun ia juga tertekan dan tidak berani
menceritakan kemampuannya melihat hantu kepada orang lain termasuk ibunya, Lynn
Sear (Toni Colette). Sampai pada akhirnya ia bertemu dengan seorang ahli
psikologi anak, Dr. Malcolm Crowe (Bruce Willis). Psikolog anak terkenal
tersebut bersedia membantu Cole, walau ia sebelumnya mengalami kejadian dimana
mantan pasiennya membunuh diri di hadapannya. Sebab Crowe melihat kasus Cole
ada kemiripan dengan kasus mantan pasiennya yang bunuh diri itu.
Karena ia tidak ingin mengulangi kegagalannya yang dulu
itu, sehingga Crowe dengan sabar berusaha mendekati Cole agar membuka dirinya
kepada sang psikolog. Walau sempat terkejut dan tidak mempercayai pengakuan
Cole yang bisa melihat para hantu, Crowe berhati-hati agar tidak salah langkah
dalam memberi terapi kepada sang pasien ciliknya. Sayangnya dalam proses
penyembuhan Cole, Crowe malah tertekan pula karena istrinya, Anna Crowe (Olivia
Williams) tampak makin jauh dari dirinya dan tidak mempedulikan suaminya.
Ringu menceritakan tentang sebuah
video-tape yang berisi kutukan hantu Sadako. Siapa saja yang telah menontonnya,
akan mendapat telefon yang menyatakan bahwa dia akan mati dalam waktu tujuh
hari. Reiko, seorang wartawati single parent, menemukan bahwa kematian
kemenakannya disebabkan oleh video kutukan yang ditonton oleh kemenakannya dan
beberapa temannya yang lain –yang juga tewas di waktu yang sama dan dengan
kondisi yang sama-sama mengerikan—di sebuah penginapan di Izu. Didorong oleh
rasa penasaran, Reiko datang ke Izu dan menonton video tersebut. Reiko
menyadari bahwa bahaya mengincarnya setelah dia mendapat telefon misterius yang
menyatakan dia akan mati tujuh hari kemudian. Dengan bantuan mantan suaminya,
Ryuji Takayama, Reiko menyelidiki tentang video tersebut. Keinginannya untuk
mematahkan kutukan tersebut semakin kuat setelah putranya, Yoichi, tanpa
sepengetahuannya diam-diam menonton video kutukan tersebut. Dari penyelidikan
diketahui, bahwa video tersebut membawa kutukan Sadako, seorang gadis yang
memiliki kekuatan supranatural yang berasal dari pulau Izu Oshima. Sadako
dibunuh oleh ayahnya. Dia dikubur hidup-hidup di dalam sumur, yang ternyata terletak
di dalam salah satu kabin di Izu. Reiko dan Ryuji berusaha untuk mengambil
mayat Sadako dan menguburkannya dengan layak sebelum waktu kematian Reiko tiba.
Diharapkan, mereka bisa mematahkan kutukan Sadako setelah memindahkan mayatnya
dari dalam sumur. Reiko lolos dari kematian, membuat Reiko dan Ryuji merasa
aman. Namun ternyata, hantu Sadako tetap datang kepada Ryuji dan membunuhnya.
Kematian Ryuji yang tiba-tiba menyadarkan Reiko, bahwa kutukan Sadako yang
sebenarnya tidak dapat dipatahkan. Reiko selamat karena dia men-copy video
tersebut dan memberikannya pada Ryuji. Men-copy dan menyebarkannya pada orang
lain merupakan satu-satunya cara untuk selamat dari kutukan Sadako.
0 komentar:
Posting Komentar